Dewan Pers menilai perang politik di media massa pada Pemilu 2014 akan semakin panas dibandingkan dengan edisi pesta demokrasi lima tahunan sebelumnya.

"Pada Pemilu 2014 perang politik di media akan semakin terasa lebih ketat dibanding pemilu edisi sebelumnya. Terlebih kini beberapa capres-cawapres adalah orang-orang yang menjadi pemilik korporasi media," kata Anggota Dewan Pers Nezar Patria di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan media akan terus menjadi outlet etalase partai politik dalam memperkenalkan dirinya kepada publik. Tinggal nanti bagaimana partai mampu mengemas iklannya dengan cara kreatif dan efektif dalam menarik minat publik.

Di satu sisi partai membutuhkan publikasi sedangkan media akan mendapatkan pemasukan dari ruang iklan yang dijual.

Namun pemilik dari media akan memiliki keleluasaan yang lebih dalam menyiarkan iklan yang terkait dengan partai atau dirinya.

"Beberapa pemilik media yang berhasil dalam kancah politik hingga meraih kekuasaan di dunia pernah terjadi di Italia dengan Silvio Berlusconi atau di Thailand ada Thaksin Shinawatra. Bisa jadi Indonesia menjadi negara selanjutnya," kata dia.

Hal tersebut diperkuat para pemilik media yang mencalonkan diri merupakan pemilik televisi yang menjadi media primadona dalam pemilu.

"Berkaca dari pemilu sebelumnya, belanja iklan pada pemilu banyak tersedot ke televisi sekitar 90 persen sedangkan sisanya ke media lain seperti cetak, radio dan jenis lainnya," katanya.

Media akan semakin memiliki peran sentral dalam mengelola kebutuhan publik mengenai informasi Pemilu 2014.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi MNC TV Ray Wijaya mengatakan program berita di televisi tempatnya bekerja tidak diarahkan oleh sang pemilik melainkan lebih dipengaruhi oleh program.

"MNC TV tidak bisa serta merta menyuguhkan acara ataupun iklan dengan materi yang berat mengingat segmen pemirsa kami merupakan kalangan menengah ke bawah. Sedikit saja kami salah memasang program atau berita maka bagian pengatur jadwal siaran belum tentu meluluskan," kata dia.

Menurutnya, materi politik di media tempatnya bekerja tidak bisa sembarangan dimasukkan. Karena risiko yang diambil jika memaksakan program tertentu adalah dapat kehilangan pemirsa yang jengah dengan acara yang tidak sesuai keinginan mereka.

"Acara televisi itu lebih banyak dipengaruhi oleh rating dan keinginan pemirsa. Singkatnya mereka lebih menyukai hal-hal yang bersifat hiburan daripada menayangkan acara politik yang kurang mereka gemari," katanya.(antara)