Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Daging Sapi dan Sapi Potong Indonesia
(Apdasi)- Jabar, Dadang Iskandar berpendapat, tingginya harga jual
daging sapi tidak hanya kurangnya pasokan, tetapi ada dugaan ini akibat
ulah pebisnis besar yang berpraktik oligopoli pada rumah potong hewan
(RPH). Dia menilai, para pebisnis besar itu tidak hanya menguasai pasar
dan peredaran sapi impor, tetapi juga lokal. Hal itu memudahkan mereka
menentukan harga.
Dadang mengatakan, saat ini harga sapi hidup dijual oleh importir sekitar Rp 37.000 per kilogram. Pihaknya menerima informasi bahwa harga sapi hidup sejak keberangkatan dari Australia sampai di Indonesia nilainya sekitar Rp 30.000 per kilogram. "Jika demikian, harga wajarnya maksimal Rp 32.000 per kilogram. Harga itu hingga menjelang Idulfitri," ucapnya.
Namun, kata dia, apabila harga bobot sapi Rp 37.000 per kilogram, angka itu sama dengan nilai karkas yang angkanya sekitar Rp 74.000 per kilogram. Jumlah itu belum termasuk biaya-biaya seperti retribusi, biaya potong RPH, transportasi, retribusi pasar, biaya potong di pasar, kuli angkut, pegawai, dan lainnya. "Hal itu membuat harga pokok menjadi Rp 90.000 per kilogram. Itu belum termasuk keuntungan bagi para pedagang," ujarnya di Jalan Mutumanikam Bandung, Senin (15/7).
Dadang menduga, di balik naiknya harga jual daging sapi, ada indikasi aksi kartel. Dugaannya aksi kartelisasi itu berlangsung pada beberapa RPH di sejumlah kota-kabupaten. "Saya kira, sebaiknya pemerintah pro aktif dan serius menangani masalah tersebut. Ini supaya permasalahan daging sapi dapat teratasi," katanya. (*)(TJ)
Dadang mengatakan, saat ini harga sapi hidup dijual oleh importir sekitar Rp 37.000 per kilogram. Pihaknya menerima informasi bahwa harga sapi hidup sejak keberangkatan dari Australia sampai di Indonesia nilainya sekitar Rp 30.000 per kilogram. "Jika demikian, harga wajarnya maksimal Rp 32.000 per kilogram. Harga itu hingga menjelang Idulfitri," ucapnya.
Namun, kata dia, apabila harga bobot sapi Rp 37.000 per kilogram, angka itu sama dengan nilai karkas yang angkanya sekitar Rp 74.000 per kilogram. Jumlah itu belum termasuk biaya-biaya seperti retribusi, biaya potong RPH, transportasi, retribusi pasar, biaya potong di pasar, kuli angkut, pegawai, dan lainnya. "Hal itu membuat harga pokok menjadi Rp 90.000 per kilogram. Itu belum termasuk keuntungan bagi para pedagang," ujarnya di Jalan Mutumanikam Bandung, Senin (15/7).
Dadang menduga, di balik naiknya harga jual daging sapi, ada indikasi aksi kartel. Dugaannya aksi kartelisasi itu berlangsung pada beberapa RPH di sejumlah kota-kabupaten. "Saya kira, sebaiknya pemerintah pro aktif dan serius menangani masalah tersebut. Ini supaya permasalahan daging sapi dapat teratasi," katanya. (*)(TJ)
0 komentar:
Posting Komentar