Senin, 08 Juli 2013

Utang Pemerintah Masa Pemerintah SBY Meningkat Rp. 724,22 T, Wowww

Hingga saat ini, pemerintah masih mengklaim bahwa kondisi utang pemerintah masih dalam batas aman. Meskipun fakta menunjukan sebaliknya, pemerintahan SBY justeru telah berhasil meningkatkan jumlah utang secara signifikan sebagaimana terlihat dalam peningkatan utang luar negeri dan surat berharga negara.  "Utang pemerintah tidak hanya menimbulkan konsekwensi beban yang besar dalam anggaran Negara, juga telah meningkatkan dominasi modal asing dalam kegiatan ekonomi nasional," kata Koordinator Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan, dalam keterangan tertulis beberapa saat lalu (Senin, 8/7),


Pasca krisis moneter pada tahun 1997/1998, ungkap Dani, utang luar negeri (ULN) pemerintah membengkak dalam jumlah sangat besar. Sebelum krisis, jumlah ULN pemerintah masih sekitar 53,8 miliar dolar AS. Karena pemerintah terus menambah pembuatan ULN baru, jumlahnya membengkak menjadi sekitar 117,790 miliar dolar AS pada April 2013 . Jika ditambah dengan Surat Berharga Negara, secara keseluruhan total utang pemerintah Indonesia hingga April 2013 telah mencapai Rp 2.023,72 triliun. Atau rata-rata setiap warga negara Indonesia menanggung utang sekitar Rp 8,5 juta. 

"Utang pemerintah di masa pemerintahan SBY meningkat hingga mencapai Rp 724,22 triliun dari akhir tahun 2004, dimana jumlah utang pemerintah masih sekitar Rp 1.299,50 triliun. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda bahwa pemerintah akan mengurangi utang secara signifikan," ungkap Dani.

Kondisi utang pemerintah yang terus meningkat ini, lanjut Dani, menyebabkan anggaran negara terus tersedot untuk membayar utang. Total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang pada tahun 2005 mencapai Rp 126.768 triliun, atau sekitar 24,8 persen dari total belanja negara yang berjumlah Rp 509.632 triliun. Pada tahun 2013, pemerintah merencanakan membayar cicilan pokok dan bunga utang sebesar Rp 299,708 triliun, atau sekitar 17,3 persen dari total belanja negara pada APBNP 2013 yang berjumlah Rp1.726,2 triliun. Sementara total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri sejak 2005-2012 telah mencapai Rp 1.584,879 triliun. 

"Ini artinya, jika pemerintah selalu menjadikan subsidi BBM sebagai kambing hitam, maka sebenarnya lewat pembayaran utang, pemerintah terus memberikan subsidi kepada pihak asing, orang kaya pemilik surat berharga negara dengan imbal-hasil yang tinggi, serta sejumlah perbankan yang menikmati pembayaran bunga obligasi rekap," ungkap Dani.

Hal ini, masih kata Dani, kontras dengan porsi anggaran kemiskinan yang hanya mencapai Rp 23 triliun pada tahun 2005, atau hanya sekitar 4,5 persen dari total belanja negara. Pada tahun 2013 total anggaran kemiskinan berjumlah Rp115,5 triliun, atau hanya sekitar 6,7 persen dari total belanja negara. [ysa](rmol)

0 komentar:

Posting Komentar