Barangkali, nomor klenik KPU 3 sebagai peserta pemilu legislatif 2014
itu satu pertanda gaib akan ajaibnya sikap BBM-nya PKS dalam perkongsian
pemerintahan SBY. Angka 3, bisik Engkoh Fengsui adalah bintang cekcok,
perkelahian, kecelakaan dan kedisharmonisan.
Atau mungkin lantaran PKS, bershio kuda, bukan pasangannya Demokrat, bershio ular. Juga non-jodohnya SBY, bershio kerbau, dan Boediono, bershio kambing. Sejoliannya kuda itu tikus dan monyet.
Boleh-boleh saja baca-bacaan versi alam gaib akaldemit diragukan. Tapi dari sisi alam kasunyatan akademik pun, tentu jika sudi baca, sikap ajaib PKS itu berulangkali terjadi dalam presidensicialismo de coalizio. Yaitu sikap non-disiplin atau non-kompaknya fraksi governo.
Efektifnya sistem pemerintahan itu salah satunya ya tergantung pada disiplin fraksi dan koalisi pemerintahan. Bukan cuma pada jumlah partai di parlemen melulu seperti diyakini para dedengkot partai-partai besar Indonesia, hingga melahirkan kian kecutnya ambang batas parlemen alias Parliamentary Threshold (PT) dan semakin ciutnya besaran daerah pemilihan.
Para paranormal akademik macam Eyang Kailitz, Ki Schreyer, Abah Schwarmeier, Aak Tabelis atau Mbah Morgenstern membisiki, bahwa umumnya disiplin fraksi pemerintah dalam sistem parlementer itu tinggi, sedangkan dalam sistem presidensial rendah. Bedanya kayak siang dan malam.
Alasan: sistem parlementer kenal hanya legitimasi tunggal (parlemen dipilih langsung, parlemen memilih dan melengserkan bos eksekutif, jika umpamanya kebijakannya ditolak mayoritas parlemen). Bahkan, perdana menteri pun bisa mbubarin parlemen. Jadi, eksekutif dan legislatif saling tergantung.
Sebaliknya, sistem presidensial kenal legitimasi ganda (legislatif dan presiden masing-masing dipilih langsung), keduanya gak saling tergantung, dan gak bisa saling mbubarin atau meng-impeach seumpamanya mayoritas parlemen ogah kebijakan presiden. Dalam hal pelengseran cuma bisa, kalau Presiden melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela atau gak pantes lagi mresiden. Dan jalannya panjang, seperti harus sungkem dulu sama Mahkamah Konstitusi. Sialnya, Amandemen UUD 1945 itu misalnya disahkan 10/08/2002, Sabtu Pon, wuku Wugu, wataknya kikir. Ya pelitlah meng-impeach, top-topnya ngimpit.
Dari terawangan akademik itu disimpulkan, pemicu tingginya disiplin fraksi/koalisi itu (a) santet mosi gak percaya parlemen terhadap bos eksekutif dan sebaliknya, (b) pelet legitimasi tunggal, (c) teluh pembubaran parlemen.
RICE-Index, pengukur disiplin koalisi governo SBY mengandangkannya sebagai jeblok. Ini jauh sebelum kasus PKS. Contohnya, para anggota sekongkolan ngomongnya semrawut dalam soal PT: 5, 4, 3 atau tetap 2,5 persen. Jika disiplin kongsian tinggi macam presidensicialismo de coalizio Cile, soal gituan disetgabkan alias di-set-kan dalam gabungan dan bukan jadi busetnya gabungan lalu mbocor.
Bahkan, menurut Eyang Octavio Neto, dalam sistem presidensicialismo de coalizio, disiplin fraksi atau koalisi governo cenderung turun menjelang usainya masa jabatan presiden, persis hikayat kutu loncat. Apalagi jika kebijakan presiden gak populer. Bisa dimaklumi, setiap fraksi perkongsian, juga setiap legislator coblosan suara terbanyak, masing-masing berikhtiar agar lolos dalam pemilu berikutnya.
Meskipun disiplin fraksi/koalisi presidensicialismo de coalizio itu rendah, tapi berbagai mantra tersedia buat membuka aura positifnya. Bisa didapat pada jam-jam praktek supranatural merdeka.com.
Jadi sebenarnya, sikap PKS itu biasa-biasa saja. Apalagi setelah kena santet berwujud jadi sapi. Yang keliru ya SBY dan Demokrat. Kok kongsian sama PKS. Pertanda gaibnya paranormal akaldemit dan pertanda ajaibnya paranormal akademik sudah lama mbocor. Agaknya kurang baca dan baca-bacaan.
Malah jauh sebelumnya, "Kodok Pun Tahu PKS Partai Berbahaya," nujum paranormal beken Demokrat, Ruhut Sitompul, seusai berswieke di restoran Cina Maret 2011. Kala itu, Ruhut Sitompul masih petinggi Demokrat yang luput ditumpulkan.(merdeka)
Atau mungkin lantaran PKS, bershio kuda, bukan pasangannya Demokrat, bershio ular. Juga non-jodohnya SBY, bershio kerbau, dan Boediono, bershio kambing. Sejoliannya kuda itu tikus dan monyet.
Boleh-boleh saja baca-bacaan versi alam gaib akaldemit diragukan. Tapi dari sisi alam kasunyatan akademik pun, tentu jika sudi baca, sikap ajaib PKS itu berulangkali terjadi dalam presidensicialismo de coalizio. Yaitu sikap non-disiplin atau non-kompaknya fraksi governo.
Efektifnya sistem pemerintahan itu salah satunya ya tergantung pada disiplin fraksi dan koalisi pemerintahan. Bukan cuma pada jumlah partai di parlemen melulu seperti diyakini para dedengkot partai-partai besar Indonesia, hingga melahirkan kian kecutnya ambang batas parlemen alias Parliamentary Threshold (PT) dan semakin ciutnya besaran daerah pemilihan.
Para paranormal akademik macam Eyang Kailitz, Ki Schreyer, Abah Schwarmeier, Aak Tabelis atau Mbah Morgenstern membisiki, bahwa umumnya disiplin fraksi pemerintah dalam sistem parlementer itu tinggi, sedangkan dalam sistem presidensial rendah. Bedanya kayak siang dan malam.
Alasan: sistem parlementer kenal hanya legitimasi tunggal (parlemen dipilih langsung, parlemen memilih dan melengserkan bos eksekutif, jika umpamanya kebijakannya ditolak mayoritas parlemen). Bahkan, perdana menteri pun bisa mbubarin parlemen. Jadi, eksekutif dan legislatif saling tergantung.
Sebaliknya, sistem presidensial kenal legitimasi ganda (legislatif dan presiden masing-masing dipilih langsung), keduanya gak saling tergantung, dan gak bisa saling mbubarin atau meng-impeach seumpamanya mayoritas parlemen ogah kebijakan presiden. Dalam hal pelengseran cuma bisa, kalau Presiden melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela atau gak pantes lagi mresiden. Dan jalannya panjang, seperti harus sungkem dulu sama Mahkamah Konstitusi. Sialnya, Amandemen UUD 1945 itu misalnya disahkan 10/08/2002, Sabtu Pon, wuku Wugu, wataknya kikir. Ya pelitlah meng-impeach, top-topnya ngimpit.
Dari terawangan akademik itu disimpulkan, pemicu tingginya disiplin fraksi/koalisi itu (a) santet mosi gak percaya parlemen terhadap bos eksekutif dan sebaliknya, (b) pelet legitimasi tunggal, (c) teluh pembubaran parlemen.
RICE-Index, pengukur disiplin koalisi governo SBY mengandangkannya sebagai jeblok. Ini jauh sebelum kasus PKS. Contohnya, para anggota sekongkolan ngomongnya semrawut dalam soal PT: 5, 4, 3 atau tetap 2,5 persen. Jika disiplin kongsian tinggi macam presidensicialismo de coalizio Cile, soal gituan disetgabkan alias di-set-kan dalam gabungan dan bukan jadi busetnya gabungan lalu mbocor.
Bahkan, menurut Eyang Octavio Neto, dalam sistem presidensicialismo de coalizio, disiplin fraksi atau koalisi governo cenderung turun menjelang usainya masa jabatan presiden, persis hikayat kutu loncat. Apalagi jika kebijakan presiden gak populer. Bisa dimaklumi, setiap fraksi perkongsian, juga setiap legislator coblosan suara terbanyak, masing-masing berikhtiar agar lolos dalam pemilu berikutnya.
Meskipun disiplin fraksi/koalisi presidensicialismo de coalizio itu rendah, tapi berbagai mantra tersedia buat membuka aura positifnya. Bisa didapat pada jam-jam praktek supranatural merdeka.com.
Jadi sebenarnya, sikap PKS itu biasa-biasa saja. Apalagi setelah kena santet berwujud jadi sapi. Yang keliru ya SBY dan Demokrat. Kok kongsian sama PKS. Pertanda gaibnya paranormal akaldemit dan pertanda ajaibnya paranormal akademik sudah lama mbocor. Agaknya kurang baca dan baca-bacaan.
Malah jauh sebelumnya, "Kodok Pun Tahu PKS Partai Berbahaya," nujum paranormal beken Demokrat, Ruhut Sitompul, seusai berswieke di restoran Cina Maret 2011. Kala itu, Ruhut Sitompul masih petinggi Demokrat yang luput ditumpulkan.(merdeka)
0 komentar:
Posting Komentar