Nilai rupiah anjlok lebih cepat dari perkiraan pelaku pasar. Per hari kemarin, rupiah sudah turun 9,4 persen year on yearmenjadi di atas 10.500. Bersama dengan anjloknya rupiah, Jakarta Composite Indeks juga anjlok 5,6 persen. Bahkan nilai perdagangannya pun mencapai Rp 6,7 triliun, melebihi nilai rata-rata tahun ini.
Akibat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai rupiah yang anjlok ini diyakini bisa berdampak pada pertarungan Pemilu 2014. Apalagi beberapa pucuk pimpinan partai adalah pemilik dan menjadi bos perusahaan yang bisa terkena dampak dari anjloknya pasar ini.
"Anjloknya pasar kemarin bakal memukul Golkar dan Gerindra," kata doktor ekonomi dari University of Queensland, Dradjad H Wibowo, beberapa saat lalu (Selasa, 20/8).
Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, ungkap Dradjad, sudah sangat kesulitan likuiditas dan utang. Dengan anjloknya pasar maka Aburizal Bakrie akan semakin terpukul. Pun demikian dengan Prabowo. Meski Prabowo masih punya minyak namun PT Kiani dan batubaranya akan tetap terpukul.
"Jadi Golkar dan Ical serta Gerindra dan Prabowo yang paling kena kalau anjloknya pasar meledak jadi krisis. Mereka yang bermain minyak dan gas yang paling aman dan bahkan dapatcapital gain," ungkap Dradjad yang juga Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).
Dradjad sendiri menilai anjloknya pasar ini menunjukkan bahwa pasar sedang menghukum SBY dan pemerintahannya dengan hantaman yang keras. Pasar menghukum SBY dan pemerintahannya terutama karena tiga hal.
Pertama, RAPBN 2014 divonis sebagai bukti bahwa pemerintah telah out of touch sehingga pasar menilai target pertumbuhan 6,4 persen bukan hanya tidak realistis tapi juga dinilai sebagai guyonan. Kedua, pasar menghukum SBY karena pemerintah dinilai terlalu menganggap enteng persoalan trade deficit dan utang swasta yang jatuh tempo. Ketiga, BI dianggap terlalu dipaksa mempertahankan rupiah di luar kemampuannya. [ysa](rmol)
0 komentar:
Posting Komentar