Jumat, 28 Juni 2013

Yang Tidak Punya Partai Jangan Jadi Capres, Kasihan Dech..




MK

Impian pengacara Farhat Abbas bisa mencalonkan diri sebagai Presiden RI melalui jalur independen pupus sudah. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya, Kamis, menolak uji materi UU Pilpres yang diajukannya dengan Iwan Piliang.


"MK memutuskan menolak permohonan pemohon secara keseluruhan," demikian Ketua Majelis Hakim MK Akil Mochtar saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis.


Penasihat hukum Farhat, Windu Wijaya, menghargai putusan MK itu meski kliennya tetap merasa dirugikan hak konstitusionalnya atas keberadaan UU Pilpres. "UU ini menghilangkan kesempatan klien kami untuk mencalonkan diri tanpa diusung oleh parpol mana pun," ujarnya.
 
Walau demikian, sebagai warga negara yang juga penegak hukum, Windu dan kliennya menghargai putusan MK yang bersifat final. "Kami menghargai putusan MK itu," ujarnya.
 
Farhat menguji materi Pasal 1 ayat 4, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 UU No 42/2008 tentang UU Pilpres dengan alasan merugikan hak konstitusionalnya.
 
Sementara itu, dalam uji materi UU Parpol yang diajukan Saurip Kadi, dikemukakan bahwa aturan main presidential threshold dan parliamentary threshold hanya akal-akalan. "Suara pemilih menunjuk wakil jadi hilang. Padahal, ini persoalan kedaulatan," tutur Saurip Kadi.
 
Akal-akalan lain, katanya, terkait pemberlakuan presidential threshold dalam sistem presidensial murni seperti di Indonesia. Hal seperti ini, menurutnya, tidak masuk dalam logika politik maupun logika hukum.
 
Begitu juga dalam kaitan kewenangan Pergantian Antar Waktu (PAW) yang dimiliki oleh partai politik.
 
Menurut Saurip Kadi, dalam sistem pemilihan langsung sebagaimana berlaku di Indonesia seharusnya partai politik tidak memiliki hak untuk PAW. "Partai tidak pernah diberi mandat oleh rakyat dan tidak punya hak untuk mem-PAW-kan," tegasnya.
 
"Pada empat undang-undang yang kami gugat ini, dalam peringkat perundang-undangan letaknya berada di bawah UUD 1945, tetapi muatannya membikin dekonstruksi terhadap niat perubahan dan amanat UUD 1945 yang telah diamandemen. Ini sungguh terlalu," ujarnya.
 
Saurip Kadi "menggugat" Pasal 208 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pileg), Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, Pasal 12 huruf e, g, dan h UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), serta Pasal 80 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
 
MK juga menggelar sidang uji materi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif dengan pemohon berbeda, Taufiq Hasan.
 
Menurut Taufiq Hasan, ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM), dan tak memberikan jaminan, perlindungan bagi masyarakat Indonesia.
 
Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres dan Pasal 19 ayat (1) UU Pemilu Legislatif mencantumkan redaksional yang sama.

"Seharusnya setiap warga negara Indonesia memiliki hak pilih dalam pemilu, tanpa ada batasan umur atau perkawinan. Mencoblos itu merupakan hak asasi, tentunya menimbulkan konsekuensi, yakni seluruh masyarakat mempunyai hak mencoblos," ujar Taufiq. (Wilmar P) (suara karya)





































0 komentar:

Posting Komentar