Membaca dan memperhatikan berita-berita di media belakangan ini
luar biasa bisingnya. Apalagi apabila menyangkut PKS. Sebagai orang yang
sering berinterksi dengan para kader PKS, saya sungguh prihatin dengan
kondisi PKS saat ini.
Terkadang, saya bertanya dalam diri, salah apa PKS dan kader-kadernya?
Sebagai orang luar dan tidak berkepentingan dengan PKS sehingga
orang-orang begitu bersemangat ‘membantai’ habis-habisan. Saya teramat
heran dengan beberapa pihak yang begitu bernafsu ingin menghabisi
riwayat PKS. Padahal saya menyaksikan sendiri amal kegiatan yang
dilakukan oleh para kader PKS dari mulai tingkat DPD, DPC dan Ranting
bahkan tingkat RT/RW.
Kebetulan saya tinggal di Cikarang. Saya sering melihat sendiri
kegiatan-kegiatan kader-kader PKS yang begitu ikhlas disela-sela waktu
setelah pulang kerja dan hari libur. Pembagian sembako, pengobatan
gratis, pengecekan tensi darah, membantu korban banjir, penyuluhan
ibu-ibu PKK, pengajian rutin dan masih banyak lagi kegiatan yang
dilakukan hampir tiap pekan/bulan, padahal PEMILU masih cukup jauh
pelaksanaannya. Partai lain mana aksi-aksinya untuk masyarakat?
Saat ini PKS ‘dihajar’ oleh beberapa pihak yang seolah kompakan.
Pertama, oleh partai pemerintah, mereka begitu ngotot untuk mendepak PKS
dari setgab. Kedua KPK, KPK begitu bersemangat ‘melucuti’ PKS. Padahal
sebagaimana dibicarakan banyak pihak, KPK begitu loyo menyelesaikan
skandal mega korupsi di negeri ini. Ketiga Media. Media begitu seragam
untuk secara bersama-sama menyerang PKS dari berbagai sudut. Bahkan
media tidak segan untuk ‘memelintir’ berita dari berbagai narasumber
termasuk dari pengurus PKS sendiri.
Dari ketga pihak tersebut, kalau kita analisa maka akan mengerucut pada
satu pihak, yaitu pihak yang merasa dirugikan dengan adanya PKS, silakan
pembaca meneban sendiri.
Kembali saya bertanda pada diri sendiri. Apakah hati nurani kita sudah
hilang dari sanubari sehingga kita dengan mudahnya memperdaya pihak
lain. Kata Rasulullah SAW, “istaqfi qolbak”, memintalah fatwa dari hati
mu. Hati kita adalah satu-satunya pihak yang seharusnya menjadi rujukan
terakhir manakala otak kita sudah tidak bisa dijadikan rujukan atas
berbagai tindakan kita. Otak kita memang mudah silau oleh ‘upah’ yang
ditawarkan oleh pihak lain, apalagi upah tersebut berilai ratus juta,
m-m-an dan mungkin jabatan menggiurkan.
Akhir kata, ayo kita menggunakan hati kita untuk memperbaiki perilaku kita..sebelum terlambat.
(A. Zaki Kompasiana)
0 komentar:
Posting Komentar