Kamis, September 19, 2013
Ooppzzzz
judulnya extreme amat yak!!
jangan negative thinking dulu ya BACA baru KOMENTAR....
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarraktuh
MENIKAH
Merupakan suatu dambaan bagi setiap orang bila pernikahannya hanya
terjadi satu kali dalam hidupnya. Hanya maut yang memisahkan. Begitu
kata populernya.
Namun apa mau dikata, “Kami berdua sudah tidak
ada kecocokan.” Begitu alasan klise pasangan yang akhirnya bercerai.
Padahal kalau dilihat lagi ke masa lalu, mereka begitu saling mencinta
sehingga memutuskan untuk menikah. Segala macam rintangan bisa
disingkirkan demi menggapai pernikahan.
Ada juga pasangan yang awet
sampai nenek-kakek. Tapi sebenarnya mereka berselingkuh. Dan keduanya
pun sama-sama saling mengetahui. Mereka tetap dalam ikatan pernikahan
demi alasan ‘gengsi bercerai’. Padahal dulu mereka berpacaran 7 tahun
dan bisa saling setia meski tak dapat restu orangtua.
Ada lagi
kisah seorang perempuan yang menikah sampai beberapa kali (lebih dari
hatrick). Semua pernikahannya diawali dengan pacaran dan saling cinta.
Namun semuanya kandas.
Dari cerita-cerita diatas, saya jadi
merenung. Ternyata cinta pada awal pernikahan memang bukan hal pokok
untuk mengantar sebuah pernikahan menjadi harmonis dan langgeng. Lantas
apa sebenarnya yang membuat pernikahan bahagia sampai akhir hayat?
Bisakah hanya dengan kekuatan cinta, pernikahan bisa selamat sampai ajal
menjelang?
Menurut saya yang sok tahu, banyak faktor yang
mendukung langgeng dan harmonisnya sebuah pernikahan. Beberapa mungkin
ini.(Urutannya bukan berdasarkan paling penting ke tidak penting ya…)
1. Materi.
Seberapa lama orang bisa bertahan dalam kondisi morat-marit? Setiap
orang mempunyai batas toleransi tertentu dalam hal materi. Orang yang
terbiasa kere pun punya batas toleransi. Mungkin beberapa tahun pertama
pernikahan bisa menerima dengan lapang dada kondisi megap-megap itu.
Kalau kelamaan, apa masih tahan? Lihat kasus banyak ibu yang depresi
karena kemiskinan. Terutama dikarenakan ia khawatir masa depan anaknya.
2. Tampilan fisik
Tidak munafik, poin ini penting. Bukan melulu masalah wajah ganteng/
cantik dan body aduhai. Tapi kebersihan, kerapihan, dan bahasa tubuh.
Pokoknya: tidak cemberut dan tidak bau.
3. Keluarga pasangan
Kadang ada keluarga yang hobi ikut campur masalah rumahtangga orang
lain. Yang begini biasanya malah memperkeruh suasana. Memang benar
pepatah yang bilang kalau kita menikah, nikahi pula keluarganya. Jadi
keluarga pasangan juga harus ‘dilihat’.
4.Simbiosis mutualisme
Keberadaan pasangan harus dirasa saling menguntungkan.
5. Respek satu sama lain
Kalau sudah ada respek, tentu tidak akan ada keinginan untuk menyakiti.
Seperti menghardik, membentak, memukul, sampai selingkuh!
6. …
7. …
dan seterussnyaaaaa.... --"
Intinya sih menurut saya adalah agama. Orang yang paham agama pasti ia
akan berusaha memberi nafkah yang terbaik untuk keluarganya. Berusaha
tampil menawan dihadapan pasangannya. Bisa bersosialisasi dengan
keluarga pasangan. Berakhlak baik kepada pasangan.
Nah, kalau
kita sudah bertemu dengan orang yang sebegini baik, masa sih kita tidak
jatuh cinta? Apalagi ada pepatah witing tresno jalaran suko kulino.
Cinta karena sering bertemu. Apalagi bertemunya dengan orang yang sangat
baik dan perhatian dengan kita. Belum lagi ada acara (maaf) yang dalam
bahasa sundanya making love artinya kan membuat cinta *heuyeuh maksa*
Jadi, jangan takut memutuskan untuk menikah orang yang belum kita
cintai. CINTA ITU BUAH DALAM PERNIKAHAN, BUKAN AKAR PERNIKAHAN. Jika
bibit, bebet, bobot sudah dia miliki, kenapa tidak? Jaman sekarang,
sudah jarang lho yang punya kombinasi ketiganya. Kalau sudah ketemu,
hajar saja Bleh!. Apalagi ada hadits yang mengatakan: “Apabila datang
padamu seorang muslim yang shaleh, terimalah ia. Jika ia mencintai
istrinya, maka ia akan memuliakannya. Jika tidak, maka ia tidak akan
menyakiti istrinya.”
Atau hadits yang populer ini: “ Wanita
dinikahi karena empat perkara: yakni karena harta bendanya, karena
kedudukanya, karena kecantikanya dan karena agamanya. Maka pilihlah
wanita yang memiliki agama, niscaya kamu beruntung.” (HR.Imam Bukhari
Muslim: melalui Abu Hurairah ra.)
Yang pasti, yang saya rasakan
sekarang pernikahan saya bahagia. Meski dulu saya menikah tidak diawali
dengan perasaan cinta. Yang ada cuma perasaan respek. Dan perasaan
klik. Ini dia, the right man for my future. Begitu kata hati saya.
Insya Allah keputusan saya itu benar. Dengan bekal komitmen kuat ‘hanya
maut memisahkan’ dan saling menghargai, akhirnya cinta itu pelan-pelan
datang dan terpupuk dengan sendirinya.(asepwandinugraha)
0 komentar:
Posting Komentar