Kamis, 19 September 2013
Jumat, 13 September 2013
" Pelantikan Wali Kota-Wakil Walikota Bandung Bertabur Bintang Tokoh Nasional"
Pelantikan Wali Kota-Wakil Wali Kota terpilih periode 2013-2018
Ridwan Kamil-Oded M Danial, Senin (16/9) akan dihadiri 4 tokoh nasional.
Mereka yang diundang khusus oleh pasangan Ridwan-Oded yaitu Abdul Rizal
Bakri (ARB), Jusuf Kalla (JK), Prabowo dan BJ Habibie.
"Selain
empat tokoh nasional diundang juga sesepuh Jabar, mantan wali kota dan
tujuh pasangan para calon wali kota pada pemilihan wali kota 2013," ujar
Kasubag Humas Setwan DPRD Kota Bandung, Agus Supamana saat jumpa pers
di Kantor DPRD Kota Bandung, Jalan Aceh, Rabu (11/9).
Sedangkan kehadiran Wali Kota Bandung Dada Rosada belum bisa dipastikan karena masih menunggu izin KPK.
"Kedatangan Pak Dada mungkin masih menunggu izin dari KPK. Sampai saat ini belum ada keputusan dari KPK," ujarnya.
Agus
mengatakan, pisah sambut setelah pelantikan tetap dilaksanakan tanpa
kehadiran Dada. "Hasil rapat koordinasi, ada kemungkinan acara pisah
sambut tetap ada dan diwakili oleh Pak Ayi," terangnya. (*)(tribun)
" Ahmad Heryawan Di Desak Jadi Capres oleh Komunitas JABAR" Maju Terus
Bandung - Jaringan Barisan Rakyat (JABAR) mendorong munculnya
kepemimpinan nasional dari Jawa Barat. Tokoh Jabar yang layak diusung
versi mereka adalah Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Kepala BNP2TKI
Jumhur Hidayat.
JABAR merupakan gabungan elemen masyarakat dari organisasi kepemudaan, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, oganisasi komunitas, di antaranya dari BBC Barools.
Menurut Ketua Umum BBC Barolls Dian Rahadian, tokoh Sunda harus muncul sebagai komitmen kongkrit masyarakat Jawa Barat terhadap kemajuan Indonesia. Apalagi Jawa Barat merupakan penyumbang terbesar suara pada politik di Indonesia.
"Bayangkan, kurang lebih 44 juta jiwa populasi penduduk Jawa Barat. Angka yang sangat besar dan akan menjadi preseden negatif jika dari sebanyak itu tidak melahirkan putera terbaik Jawa Barat sebagai calon pemimpin republik ini," ujar Dian saat ditemui di Hotel Horison Jalan Pelajar pejuang Kota Bandung, Senin (9/9/2013).
Menurut Dian, JABAR akan fokus terhadap gagasan perlunya lahir pemimpin nasional dari Jawa Barat. Bahkan terus melakukan konsolidasi dan kekuatan potensi tokoh Jawa Barat untuk mendorong kepemimpinan nasional yang terbuka memiliki konsep, kompetensi, komitmen, dan jaringan.
"Jumhur Hidayat dan Ahmad Heryawan merupakan representasi generasi muda dan putera daerah Jawa Barat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas, kapasitas, adaptif dengan nilai kultural masyarakatnya (kesundaan)," tuturnya.
Dian menjelaskan, JABAR mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dalam menghadapi pergantian kepemimpinan nasional dengan memunculkan figur pemimpin dari tokoh Jawa Barat. Kemudian mengajak seluruh rakyat Jawa Barat untuk tidak memilih partai yang tidak mengakomodir lahirnya Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dari putera daerah Jawa Barat.
"Banyak kampus di Jawa Barat telah melahirkan sumber saya manusia yang unggul, tangguh dan berdaya saing adalah aset bangsa. Saat ini sudah waktunya merespons gagasan tentang perlunya lahir pemimpin nasional dari Jawa Barat. Kilangbara atuh, bapa jadi patani, maneh mah kudu jadi pamingpin," tegasnya. [gin](inilah)
JABAR merupakan gabungan elemen masyarakat dari organisasi kepemudaan, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, oganisasi komunitas, di antaranya dari BBC Barools.
Menurut Ketua Umum BBC Barolls Dian Rahadian, tokoh Sunda harus muncul sebagai komitmen kongkrit masyarakat Jawa Barat terhadap kemajuan Indonesia. Apalagi Jawa Barat merupakan penyumbang terbesar suara pada politik di Indonesia.
"Bayangkan, kurang lebih 44 juta jiwa populasi penduduk Jawa Barat. Angka yang sangat besar dan akan menjadi preseden negatif jika dari sebanyak itu tidak melahirkan putera terbaik Jawa Barat sebagai calon pemimpin republik ini," ujar Dian saat ditemui di Hotel Horison Jalan Pelajar pejuang Kota Bandung, Senin (9/9/2013).
Menurut Dian, JABAR akan fokus terhadap gagasan perlunya lahir pemimpin nasional dari Jawa Barat. Bahkan terus melakukan konsolidasi dan kekuatan potensi tokoh Jawa Barat untuk mendorong kepemimpinan nasional yang terbuka memiliki konsep, kompetensi, komitmen, dan jaringan.
"Jumhur Hidayat dan Ahmad Heryawan merupakan representasi generasi muda dan putera daerah Jawa Barat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas, kapasitas, adaptif dengan nilai kultural masyarakatnya (kesundaan)," tuturnya.
Dian menjelaskan, JABAR mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dalam menghadapi pergantian kepemimpinan nasional dengan memunculkan figur pemimpin dari tokoh Jawa Barat. Kemudian mengajak seluruh rakyat Jawa Barat untuk tidak memilih partai yang tidak mengakomodir lahirnya Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dari putera daerah Jawa Barat.
"Banyak kampus di Jawa Barat telah melahirkan sumber saya manusia yang unggul, tangguh dan berdaya saing adalah aset bangsa. Saat ini sudah waktunya merespons gagasan tentang perlunya lahir pemimpin nasional dari Jawa Barat. Kilangbara atuh, bapa jadi patani, maneh mah kudu jadi pamingpin," tegasnya. [gin](inilah)
Jabar Yang Dipimpin Ahmad Heryawan Mendapat Penghargaan Kembali WTP 2 Tahun Berturut-turut " For Presiden"
Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk kesekian
kalinya menerima Penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia yang
langsung diserahkan oleh Wakil Presiden Boediono.
Penghargaan diberikan karena Pemerintah Provinsi Jawa Barat dinilai berhasil menyusun dan menyajikan Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2012 dengan capaian tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah, di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2013).
Menanggapi penghargaan yang ke-116 tersebut, Heryawan menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas penghargaan tersebut. Menurutnya, capaian prestasi berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 2 tahun berturut-turut, yang diikuti dengan penghargaan dari Pemerintah RI adalah bukti pengakuan publik atas kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Selama 2 tahun berturut-turut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat opini WTP dari BPK RI, untuk tahun anggaran 2011 dan 2012. Semuanya itu merupakan bukti keseriusan kita dalam mengelola keuangan secara transparan, akuntabel dan tersaji dengan baik. Semua prestasi itu berkat dukungan semua pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih," kata Heryawan dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Kamis (12/9/2013)
Sementara itu, Wakil Presiden Boediono menegaskan reformasi bidang keuangan tingkat keberhasilannya tergantung pada bagaimana kebijakan pimpinan lembaga atau kepala daerah yang bersangkutan. Hal itu penting karena terkait dengan pengelolaan keuangan, penatausahaan asset dan manajemen sumberdaya manusia.
"Setelah dikaji lebih dalam bahwa tingkat keberhasilan itu tergantung pada kemampuan dan gaya kepemimpinan," ujarnya.
Menteri Keuangan Chatib Basri dalam laporannya kepada Wakil Presiden, menyatakan acara ini merupakan agenda tahunan. Dan untuk tahun ini mengambil tema "Membangun Sinergi Menuju WTP". Reformasi bidang keuangan yang sudah dilaksanakan mampu meraih kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.
"Meningkatnya raihan opini WTP dan menurunnya opini disclaimer atas semua lembaga/kementerian dan pemerintah daerah adalah bukti membaiknya laporan keuangan dan akuntasi," ungkapnya.
Acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013 yang berlangsung satu hari ini dihadiri sejumlah pimpinan lembaga tinggi, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, anggota DPR, Gubernur/Bupati/Wali Kota seluruh Indonesia, pejabat eselon 1-3 kementerian dan daerah. Selain acara pembukaan dan pemberian penghargaan, juga ada presentasi dari sejumlah pemakalah.
Pada kesempatan itu, Wakil Presiden didampingi Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada lembaga Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, Luar Negeri, Perdagangan, Hukum dan Ham, ESDM, Kehutanan, PU, Agama, LH, KUKM, PPA, BUMN, PDT, Keuangan, Sosial, Ristek, BPK, Pertahanan, Industri, Kesehatan, Polri, PPATK, Menkopolhukham, Menko Perekonomian, Menko Kesra, LAN, Lemhanas, dan BIN.
Berdasarkan laporan panitia, ada 15 Gubernur yang mendapatkan penghargaan karena mencapai opini WTP. Selain Provinsi Jawa Barat, antara lain Sumbar, Jambi, Bengkulu, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulut, Sulteng, Riau, Kepri, Kalbar, DIY, NTB, dan Lampung. Selain itu ada sejumlah Kabupaten/Kota yang juga mendapatkan penghargaan, di antaranya Kota Banda Aceh, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Muko-Muko serta Kota Yogjakarta.[jul](inilah)
Penghargaan diberikan karena Pemerintah Provinsi Jawa Barat dinilai berhasil menyusun dan menyajikan Laporan keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2012 dengan capaian tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah, di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2013).
Menanggapi penghargaan yang ke-116 tersebut, Heryawan menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas penghargaan tersebut. Menurutnya, capaian prestasi berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 2 tahun berturut-turut, yang diikuti dengan penghargaan dari Pemerintah RI adalah bukti pengakuan publik atas kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Selama 2 tahun berturut-turut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat opini WTP dari BPK RI, untuk tahun anggaran 2011 dan 2012. Semuanya itu merupakan bukti keseriusan kita dalam mengelola keuangan secara transparan, akuntabel dan tersaji dengan baik. Semua prestasi itu berkat dukungan semua pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih," kata Heryawan dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Kamis (12/9/2013)
Sementara itu, Wakil Presiden Boediono menegaskan reformasi bidang keuangan tingkat keberhasilannya tergantung pada bagaimana kebijakan pimpinan lembaga atau kepala daerah yang bersangkutan. Hal itu penting karena terkait dengan pengelolaan keuangan, penatausahaan asset dan manajemen sumberdaya manusia.
"Setelah dikaji lebih dalam bahwa tingkat keberhasilan itu tergantung pada kemampuan dan gaya kepemimpinan," ujarnya.
Menteri Keuangan Chatib Basri dalam laporannya kepada Wakil Presiden, menyatakan acara ini merupakan agenda tahunan. Dan untuk tahun ini mengambil tema "Membangun Sinergi Menuju WTP". Reformasi bidang keuangan yang sudah dilaksanakan mampu meraih kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.
"Meningkatnya raihan opini WTP dan menurunnya opini disclaimer atas semua lembaga/kementerian dan pemerintah daerah adalah bukti membaiknya laporan keuangan dan akuntasi," ungkapnya.
Acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2013 yang berlangsung satu hari ini dihadiri sejumlah pimpinan lembaga tinggi, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, anggota DPR, Gubernur/Bupati/Wali Kota seluruh Indonesia, pejabat eselon 1-3 kementerian dan daerah. Selain acara pembukaan dan pemberian penghargaan, juga ada presentasi dari sejumlah pemakalah.
Pada kesempatan itu, Wakil Presiden didampingi Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada lembaga Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, Luar Negeri, Perdagangan, Hukum dan Ham, ESDM, Kehutanan, PU, Agama, LH, KUKM, PPA, BUMN, PDT, Keuangan, Sosial, Ristek, BPK, Pertahanan, Industri, Kesehatan, Polri, PPATK, Menkopolhukham, Menko Perekonomian, Menko Kesra, LAN, Lemhanas, dan BIN.
Berdasarkan laporan panitia, ada 15 Gubernur yang mendapatkan penghargaan karena mencapai opini WTP. Selain Provinsi Jawa Barat, antara lain Sumbar, Jambi, Bengkulu, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulut, Sulteng, Riau, Kepri, Kalbar, DIY, NTB, dan Lampung. Selain itu ada sejumlah Kabupaten/Kota yang juga mendapatkan penghargaan, di antaranya Kota Banda Aceh, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Muko-Muko serta Kota Yogjakarta.[jul](inilah)
Subhanallah " Aryani memperjuangkan Jilbab Sampai Ke Amerika"
Perjalanan hidup Ranti Aryani menjadi inspirasi bagi umat Islam,
khususnya kaum hawa. Betapa tidak, sejak dia memutuskan untuk menutup
aurat dengan jilbab, banyak diskriminasi yang harus dialami. Bahkan, di
negerinya sendiri, Indonesia.
Pada masa Orde Baru, perempuan yang kini menjadi warga negara Amerika Serikat (AS) itu teringat pengalamannya saat menjadi siswa SMAN 1 Bogor. Saat itu, dia tersandung dengan aturan yang dikeluarkan sekolah.
“Dulu, peraturan seragam sekolah itu diatur oleh Depdikbud. Ada guideline sendiri terkait keseragaman tertentu yang harus dan wajib diikuti. Saat itu jilbab termasuk artikel tambahan. Makanya, jilbab saat itu dilarang pemerintah Orde Baru,” kata Ranti saat ditemui INILAH.COM pada acara bedah buku yang ditulisnya, In God We Trust: Merentang Hijab dari Indonesia sampai Amerika, di Masjid Salman ITB, Jalan Ganecha, Kota Bandung, Jumat (23/8/2013).
Perempuan kelahiran 1 April 1972 itu menceritakan, karena pelarangan tersebut, kasusnya naik hingga ke Pengadilan Bogor. Dengan bantuan orang tua dan sahabatnya yang senasib, Ranti dan kawan-kawan dibantu lembaga bantuan hukum menggugat sekolahnya ke pengadilan atas perlakuan yang tak adil itu.
Namun, belum tuntas permasalahan di meja hijau, wali kota Bogor saat itu mendamaikan antara pihaknya dan sekolah. Akhirnya, Ranti kembali masuk ke sekolah. Berdasarkan pengalamannya pada tahun 1980-90an itu, Ranti kini bisa tersenyum lebar. Sebab, kini tak ada lagi diskriminasi yang dialaminya tak ada lagi. Bahkan, dia senang melihat perempuan Indonesia sekarang bisa bebas menentukan pilihan untuk mengenakan jilbab.
Ujian hidupnya tak berakhir sampai di situ. Di kemudian hari, saat berkarier di United States Air Forces (USAF) diskriminasi serupa terjadi kembali. Ranti dilarang mengenakan jilbab saat menjadi tentara angkatan udara di negeri Paman Sam. Dia hijrah ke AS karena ikut suami, Richard Bennet yang menikah pada 1997.
Pilihan untuk pergi ke kampung halaman suaminya itu sesuatu yang logis. Sebab, katanya, saat itu di Indonesia sedang terjadi krisis moneter yang tidak memungkinkan untuk suaminya tinggal lebih lama di Indonesia. Dia menyebutkan, suaminya yang Muslim itu dulu pergi ke Indonesia sebagai seorang kandidat meraih PhD untuk regional economy di Cornell University.
“Setelah saya lulus dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Moestopo Beragama, saya mengikuti ujian persamaan di New York University. Usai lulus pendidikan kedokteran gigi itu saya program praktik residensi selama beberapa tahun. Dari beberapa klinik, saya memilih berpraktik di Lanud AU AS Maxwell, Alabama. Buat saya yang penting adalah further education, new graduate harus menjalani program residensi. Program di USAF itu bergengsi dan terbaik di AS. Itu yang saya pilih, education-nya itu,” tuturnya.
Di tempat barunya, Ranti kembali mengalami diskriminasi karena tak mau menanggalkan jilbabnya dalam seragam dinas tentara. Pengalaman sekolah semasa di Bogor terulang kembali. Ranti kali ini juga berupaya melawan diskriminasi.
Perjuangan Ranti tak mudah. Dia harus memberikan pengertian tentang jilbab dan keyakinannya sebagai kaum minoritas di AS, apalagi pascatragedi 11 September 2001 atau akrab dikenal 9/11. Peristiwa pengeboman gedung WTC itu memberikan trauma nasional bagi rakyat AS, islamofobia meningkat. Ranti mengalami ironi sekaligus pandangan lain di negeri Paman Sam itu.
Setelah mengalami penolakan dari rekruter di AU AS, akhirnya AU AS menerima Ranti. Seorang rekruter mengatakan hak Ranti dijamin oleh peraturan dari Kementerian Pertahanan AS (Departmen of Defence/DOD), DOD 13000.17 yang menjamin praktik keagamaan di angkatan bersenjata AS. Sang rekruter mengatakan hijab bukan menjadi masalah.
“Peraturan DOD itu turun karena dulu ada seorang kapten Yahudi yang memakai yarmulka (penutup kepala pria Yahudi). Nah bila yarmulka masuk ke semua peraturan itu, sekarang ada masalah jilbab yang muncul. Saya melihat poin DOD itu semuanya masuk, aman, bahwa jilbab tak mengganggu keamanan dan aktivitas,” jelasnya seraya menyebutkan kini pun para pria sikh pun bisa menggunakan sorban di kepala.
Namun, jaminan sang rekruter yang mengatakan jilbab tak masalah ternyata jauh berbeda dalam praktiknya di lapangan. Saat itu pasca 9/11 pada 2001, islamofobia dan stigma Islam adalah agama kekerasan masih melekat kuat di benak warga AS, baik di kalangan sipil maupun militer.
“Niat pemerintah mengakomodasi, tapi interpretasi di lapangan itu agak sulit. Kalau melihat kembali, pengalaman mengakomodasi jilbab ini AS baru berusaha karena masih ada trauma nasional 9/11. Saya masuk setelah 9/11, misinterpretasi di AS itu masih banyak sekali. Saat 9/11, media menampilkan di beberapa bagian di dunia muslim malah bergembira ria, padahal saya saat itu sangat sedih sekali. Pada titik itu saya bisa mengerti mengapa mereka berhati-hati,” jelas perempuan kelahiran Bogor, 1 April 1972 ini.
Pandangan berbeda sudah dia terima sejak mendaftar ulang di AU AS di Lanud Maxwell, Montgomerry, Alabama. Ranti yang berjilbab ditemani suaminya untuk melakukan daftar ulang. Saat itu Ranti sudah diterima di AU AS, sebagai dokter gigi tentara berpangkat kapten.
Pengalaman menjadi dokter di AU AS itu itu berakhir pada September 2004. Setelah perjuangan selama 14 bulan melawan diskriminasi di AU AS, Ranti akhirnya mundur. Ranti menyadari betul itu merupakan bagian dari melakukan usahanya sebagai hamba Allah SWT di dunia. Sementara dalam hati, kata dia, kita berserah diri sepenuhnya kepada Sang Khalik.
Kini, Ranti menjadi seorang dokter gigi sipil dan berpraktik di Philadelphia. Tetapi, diskriminasi belum berarti usai di dunia sipil. Namun, dukungan kuat dari suami itu diakuinya sangat membantu untuk menjalani semua ujian sebagai sorang muslimah sejati.[jul](inilah)
Pada masa Orde Baru, perempuan yang kini menjadi warga negara Amerika Serikat (AS) itu teringat pengalamannya saat menjadi siswa SMAN 1 Bogor. Saat itu, dia tersandung dengan aturan yang dikeluarkan sekolah.
“Dulu, peraturan seragam sekolah itu diatur oleh Depdikbud. Ada guideline sendiri terkait keseragaman tertentu yang harus dan wajib diikuti. Saat itu jilbab termasuk artikel tambahan. Makanya, jilbab saat itu dilarang pemerintah Orde Baru,” kata Ranti saat ditemui INILAH.COM pada acara bedah buku yang ditulisnya, In God We Trust: Merentang Hijab dari Indonesia sampai Amerika, di Masjid Salman ITB, Jalan Ganecha, Kota Bandung, Jumat (23/8/2013).
Perempuan kelahiran 1 April 1972 itu menceritakan, karena pelarangan tersebut, kasusnya naik hingga ke Pengadilan Bogor. Dengan bantuan orang tua dan sahabatnya yang senasib, Ranti dan kawan-kawan dibantu lembaga bantuan hukum menggugat sekolahnya ke pengadilan atas perlakuan yang tak adil itu.
Namun, belum tuntas permasalahan di meja hijau, wali kota Bogor saat itu mendamaikan antara pihaknya dan sekolah. Akhirnya, Ranti kembali masuk ke sekolah. Berdasarkan pengalamannya pada tahun 1980-90an itu, Ranti kini bisa tersenyum lebar. Sebab, kini tak ada lagi diskriminasi yang dialaminya tak ada lagi. Bahkan, dia senang melihat perempuan Indonesia sekarang bisa bebas menentukan pilihan untuk mengenakan jilbab.
Ujian hidupnya tak berakhir sampai di situ. Di kemudian hari, saat berkarier di United States Air Forces (USAF) diskriminasi serupa terjadi kembali. Ranti dilarang mengenakan jilbab saat menjadi tentara angkatan udara di negeri Paman Sam. Dia hijrah ke AS karena ikut suami, Richard Bennet yang menikah pada 1997.
Pilihan untuk pergi ke kampung halaman suaminya itu sesuatu yang logis. Sebab, katanya, saat itu di Indonesia sedang terjadi krisis moneter yang tidak memungkinkan untuk suaminya tinggal lebih lama di Indonesia. Dia menyebutkan, suaminya yang Muslim itu dulu pergi ke Indonesia sebagai seorang kandidat meraih PhD untuk regional economy di Cornell University.
“Setelah saya lulus dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Moestopo Beragama, saya mengikuti ujian persamaan di New York University. Usai lulus pendidikan kedokteran gigi itu saya program praktik residensi selama beberapa tahun. Dari beberapa klinik, saya memilih berpraktik di Lanud AU AS Maxwell, Alabama. Buat saya yang penting adalah further education, new graduate harus menjalani program residensi. Program di USAF itu bergengsi dan terbaik di AS. Itu yang saya pilih, education-nya itu,” tuturnya.
Di tempat barunya, Ranti kembali mengalami diskriminasi karena tak mau menanggalkan jilbabnya dalam seragam dinas tentara. Pengalaman sekolah semasa di Bogor terulang kembali. Ranti kali ini juga berupaya melawan diskriminasi.
Perjuangan Ranti tak mudah. Dia harus memberikan pengertian tentang jilbab dan keyakinannya sebagai kaum minoritas di AS, apalagi pascatragedi 11 September 2001 atau akrab dikenal 9/11. Peristiwa pengeboman gedung WTC itu memberikan trauma nasional bagi rakyat AS, islamofobia meningkat. Ranti mengalami ironi sekaligus pandangan lain di negeri Paman Sam itu.
Setelah mengalami penolakan dari rekruter di AU AS, akhirnya AU AS menerima Ranti. Seorang rekruter mengatakan hak Ranti dijamin oleh peraturan dari Kementerian Pertahanan AS (Departmen of Defence/DOD), DOD 13000.17 yang menjamin praktik keagamaan di angkatan bersenjata AS. Sang rekruter mengatakan hijab bukan menjadi masalah.
“Peraturan DOD itu turun karena dulu ada seorang kapten Yahudi yang memakai yarmulka (penutup kepala pria Yahudi). Nah bila yarmulka masuk ke semua peraturan itu, sekarang ada masalah jilbab yang muncul. Saya melihat poin DOD itu semuanya masuk, aman, bahwa jilbab tak mengganggu keamanan dan aktivitas,” jelasnya seraya menyebutkan kini pun para pria sikh pun bisa menggunakan sorban di kepala.
Namun, jaminan sang rekruter yang mengatakan jilbab tak masalah ternyata jauh berbeda dalam praktiknya di lapangan. Saat itu pasca 9/11 pada 2001, islamofobia dan stigma Islam adalah agama kekerasan masih melekat kuat di benak warga AS, baik di kalangan sipil maupun militer.
“Niat pemerintah mengakomodasi, tapi interpretasi di lapangan itu agak sulit. Kalau melihat kembali, pengalaman mengakomodasi jilbab ini AS baru berusaha karena masih ada trauma nasional 9/11. Saya masuk setelah 9/11, misinterpretasi di AS itu masih banyak sekali. Saat 9/11, media menampilkan di beberapa bagian di dunia muslim malah bergembira ria, padahal saya saat itu sangat sedih sekali. Pada titik itu saya bisa mengerti mengapa mereka berhati-hati,” jelas perempuan kelahiran Bogor, 1 April 1972 ini.
Pandangan berbeda sudah dia terima sejak mendaftar ulang di AU AS di Lanud Maxwell, Montgomerry, Alabama. Ranti yang berjilbab ditemani suaminya untuk melakukan daftar ulang. Saat itu Ranti sudah diterima di AU AS, sebagai dokter gigi tentara berpangkat kapten.
Pengalaman menjadi dokter di AU AS itu itu berakhir pada September 2004. Setelah perjuangan selama 14 bulan melawan diskriminasi di AU AS, Ranti akhirnya mundur. Ranti menyadari betul itu merupakan bagian dari melakukan usahanya sebagai hamba Allah SWT di dunia. Sementara dalam hati, kata dia, kita berserah diri sepenuhnya kepada Sang Khalik.
Kini, Ranti menjadi seorang dokter gigi sipil dan berpraktik di Philadelphia. Tetapi, diskriminasi belum berarti usai di dunia sipil. Namun, dukungan kuat dari suami itu diakuinya sangat membantu untuk menjalani semua ujian sebagai sorang muslimah sejati.[jul](inilah)